Unek-Unek Jack Jagguar

Semoga Kita Selalu Dalam Lindungan-Nya

Rasionalitas

Friday, December 08, 2006

Keteladanan merupakan hal yang sangat penting, tidak saja ditinjau dari aspek sosiologis melainkan juga aspek pendidikan dan keagamaan. keteladanan dari aspek agama akan sangat menentukan pola sikap dan pola laku komunitas agama tersebut.

Diperlukan suatu "konsensus" apa dan siapa yang dijadikan sentral keteladan.
kegagalan dalam menetapkan konsensus ini akan berdampak sangat buruk karena akan terjadi proses pencarian teladan yang "bebas" tergantung waktu dan tempat yang berbeda. dan jika ini terjadi maka akan terjadi konsepsi-konsepsi nilai sikap dan laku yang beragam yang sangat riskan mengundang konflik antar komunitas keteladanan

Kebenaran tidak lagi seragam karena "sang" teladan akan menularkan nilainya masing-masing. seandainya ini terjadi dalam islam, maka kita akan terjebak dalam konflik sektarian yang sangat panjang dan mengerikan karena sikap dan perilaku kita tidak mengacu pada satu teladan (rasulullah) melainkan pada seseorang yang kita puja sebagai orang "hebat", "mahaguru" dan lain-lain.

Islam mengajarkan bahwa sentral keteladan adalah rasulullah, dan keteladan itu kemudian diwariskan dalam bentuk nilai-nilai (akhlak) kepada para ulama. jadi yag diwariskan bukan nama atau bentuk melainkan nilai (akhlaqul-karimah dan aqidah tauhidiyah), sehingga seorang ulama bisa (boleh) diteladani karena kedua nilai tadi bukan karena nama dan statusnya sebagai ulama.

Sebuah pendekatan rasional yang punya konsekuensi bahwa setiap tindakan ummat dapat dikontrol dengan nilai yang terukur (reliable). sehingga tidak ada keteladanan yang membabi buta atau irrasional. sehingga kita menempatkan seorang yang kita teladani setelah rasulullah dengan ukuran kemanusiannya sejati bukannya malaikat atau dewa.

Namun dalam prakteknya tidak selalu demikian, ummat sering kali terjebat dalam praktek sektarian yang bersumber dari keteladan yang gegabah, karena menganggap ulama panutan/teladan kita adalah "malaikat" sehingga semua perbuatan serta "titah"nya mutlak benar. hal mana selanjutnya kelompok-kelompok (firqah2) ujub dan fanatik pada komunitasnya.

Akhir-akhir ini di indonesia gejala ini sepertinya juga terjadi, lihat saja bagaimana seorang ulama dipuja setinggi langit dan dijadikan teladan secara membabi buta. padahal si ulama sudah memperingatkan bahwa ia hanyalah manusia biasa dan jangan dipuji secara berlebihan. meskipun dengan kearifannya akhirnya si ulama berhasil mengguncangkan "keterlelapan" pengikutnya itu dengan melakukan sesuatu suatu perbuatan yang nyaris dibenci oleh pengikutnya tersebut. Dan mudah-mudahan pengikutnya sadar bahwa ia sedang berhadapan dengan manusia biasa, bukan malaikat.

Luarbiasa...beliau berhasil menguncang pohon irrasionalitas keteladan sehingga semua kembali kebumi kesadaran dan akal. namun tetap tidak melakukan perbuatan yang dicela tuhan.

Kesadaran dan Rasionalitas


ada bahaya "iluminasi" yang senatiasa menjebak suatu komunitas kedalam persepsi irrasional, dengan menempatkan suatu objek/subjek dalam prasangka yang tidak semestinya. entah, merupakan kecendrungan manusiawi atau tidak. suatu kelompok tertentu cenderung "mendewakan" sesuatu atau seseorang, hanya karena seseorang/sesuatu itu berhasil memenuhi kebutuhan subtil akan keteladanan, perlindungan dan sandaran berupa figur.
bahaya ini dalam tataran agama (islam) sangatlah berbahaya, karena disinilah pangkal dari syirik mulai mengakar. kebutuhan akan pemenuhan rasa aman yang bisa beralih dari yang seharusnya ditambatkan pada tuhan, beralih hanya kepada benda berupa jimat dan sejenisnya. dalam hal ini yang dijadikan tambatan bukan hanya benda abstrak (termasuk manusia) tapi juga wujud-wujud imajinatif yang dikarang oleh orang yang entah siapa, seperti dewa-dewa dan roh-roh sakti.
sepertinya semua ini berangkat dari semacam kebutuhan dasar psikis akan suatu sandaran yang dapat memuaskan kebutuhan tersebut. dan bisa saja ini semacam pengalihan (refleksi) dari ke(pra)sadaran akan kelemahan dan ketidakberdayaan sehingga butuh penopang dalam bentuk entitas lain.
orang-orang primitif menyandarkan "kelemahan" mereka pada wujud roh-roh sakti untuk memberikan rasa aman dari ketidakberdayaan tersebut, seperti seorang anak kecil membutuhkan perlindungan orang tuanya. disini bisa disebut sebagai pencarian wujud tuhan.
yang menjadi persoalan adalah ketika tindakan pencarian sandaran tersebut dengan mengabaikan rasionalitas dan menginjak sisi kemanusiaan dan keberadaban kita. karena seringkali ketika kita sudah menyandarkan diri pada sesuatu, maka akan berlanjut dengan perilaku yang menghambakan diri dan seterusnya kita akan selalu siap melakukan apapun tindakan yang menurut kita diinginkan oleh "tuhan/teladan" tersebut. termasuk membunuh nyawa manusia dengan alasan "tuhan" butuh korban atau harga diri tuhan perlu dibela dengan peperangan.
maka, agar tidak terjebak dalam kegelapan pencarian maka rasionalitas menjadi mutlak. akal harus menjadi filter untuk bisa menyaring ampas dan mengambil sarinya. termasuk dalam hal ini pencarian bagi komunitas yang sudah punya "blueprint" kebenaran yang baku, dan termasuk kitab-kitab suci. dengan demikian tidak ada keteladanan yang membabi-buta dan tidak ada keyakinan yang gegabah melainkan rasional dan beradab. wallahua'lam